Fayakhun Andriadi Komentari Impor Alutsista


Pada tahun 2011 pemerintah Indonesia berencana melakukan impor alutsista. Menganggapi rencana tersebut, Fayakhun Andriadi, Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta, menyatakan penolakannya. Melalui akun pribadinya di kompasiana.com. Fayakhun memberikan alasan penolakan tersebut. Fayakhun menulis :
“Pertama, dari segi devisa negara. Kondisi ini sangat jelas akan menguras anggaran negara kita, demi keuntungannegara lain. Dapat dibayangkan bila anggaran yang sangat besar itu dialokasikan seluruhnya untuk pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Saya mendesak pemerintah agar anggaran yang besar itu untuk memenuhikekuatan pokok minimum atau “minimum essential forces” (MEF) TNI, yakni sebesar Rp 150 triliun selama periode 2011-2015. Pemenuhan anggaran inisangat mendesak bila melihat kondisi alutsista kita yang masih sangat memprihatinkan.”
Lebih lanjut, Fayakhun mengatakan : “Pengalokasian anggaran itu harus diarahkan pada revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Yakni, melakukan pembenahan pada manajemen perusahaan-perusahaan BUMNIP dan pengembangan industri pendukung lainnya, seperti PT Krakatau Steel dan PT Palindo yang menyuplai kebutuhan bahandasar pembuatan alutsista. Dalam kaitan ini, maka bagi industri-industripendukung ini, yang membeli bahan baku alutsista dari luar negeri itu,pemerintah perlu memberikan keringanan insentif fiskal dan bea masuk. Dengan begitu, biaya yang dikeluarkan bisa ditekan, harga menjadi lebih murah.”
Alasan kedua, kata Fayakhun, adalah ancaman kedaulatan negara. Fayakhun berkomentar : “Saat ini, supremasi pertahanan dan kedaulatan negara terletak bukan pada besar kecilnya personil angkatan, namun pada penguasaan teknologi. Bila kita tidak mampu menguasai itu, sangat mungkin kita kalah dengan negara lain. Dalam kepemilikanpesawat, misalnya, kita bisa bangga memiliki Sukhoi, namun kita tidak pernah tahu apakah ada kode-kode dalam komputer pesawat itu yang bilamendapat perintah tertentu dari negara asalnya, pesawat tersebut bisa jatuh. Artinya, bagaimanapun kita melatih pilot hingga pintar menerbangkan, namun bila kita tidak menguasai komputer pada pesawat itu sulit rasanya kita bisa unggul.”
“Kasus inilah yang pernah terjadi pada tahun 2009, ketika terjadi ter-lock-nya pesawat Sukhoi milik Indonesia yang sedang mengudara oleh radarbidik lawan.Penyebab ini tidak dapat dijelaskan secara memadai oleh TNI saat itu. Hal inilah yang menguatkan dugaan bahwa kita memang tidak menguasai teknologinya. Kita bisa belajar dari negara lain seperti Malaysia, yang membeli hanya “hardware”-nya saja. Yaitu saat membeli Sukhoi 1 skuadron (12 unit), teknologi avioniknya diambil dari Prancis, dan softwarenya mereka kembangkan sendiri. Demikian juga yang dilakukan oleh India,” lanjut Fayakhun.
“Dengan begitu, bila sekali waktu berhadapan dengan negara produsennya, mereka dapat terhindar dari kemungkinan risiko sabotase yang di-implan di dalam tanpa diketahui. Karena mustahil bagi mereka, menjual pesawat bilapada akhirnya akan merugikan kepentingan negaranya sendiri,” papar Fayakhun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fayakhun : Rendahnya Kualitas Guru

Faktor Pemicu Partisipasi Politik (bagian 2) Oleh: Fayakhun Andriadi