Fayakhun Andriadi: Golkar Punya Modal Bagus Di Era Digital
Ketua DPD Partai Golkar
DKI Jakarta mengungkapkan dengan tegas bahwa parta Golkar memiliki modal yang
bagus di era digital karena memiliki beberapa alasan. Berikut ini selengkapnya,
gagasan Fayakhun Andriadi.
Pada 20 Januari 2014, di Selandia Baru terjadi fenomena politik
yang sangat fantastis. Berdiri sebuah partai politik. Beda dengan yang lain,
partai ini bernama Partai Internet.
Ini adalah partai internet pertama yang ada di dunia. Menjadi penanda telah
datangnya demokrasi era digital. Partai ini mendaftarkan diri untuk turut serta
dalam pemilu di Selandia Baru pada tahun 2014. Pendiri partai ini bernama Kim
Dotcom. Kim mengklaim telah mendapatkan dukungan sekitar 15.000 pemilih. Pihak
KPU Selandia Baru menyatakan, meski Kim tidak bisa mencalonkan diri sebagai
caleg untuk parlemen negara itu, karena ia bukanlah warna negara Selandia Baru.
Namun, Kim tetap memiliki hak untuk memimpin Partai Internetnya. (Kompas.com,
16/1/2014)
Fakta tentang Kim membuktikan bagaimana teknologi digital
(internet) telah membuka medium yang seluas-luasnya bagi seseorang untuk
melakukan aktifitas politik dalam iklim demokrasi. Dengan perantara teknologi
digital, hak politik seseorang diberi ruang yang sebebas-bebasnya. Jika bukan
karena “uluran tangan” internet, Kim tak akan bisa menikmati hak demokratisnya
sebagai warga negara.Benar yang dikatakan oleh Michael Hauben, bapak Netizen
Dunia, bahwa kehadiran jaringan internet akan semakin memperkuat demokrasi di
tingkat global. Prediksi Hauben akurat. Kim salah satu orang yang karena jasa
baik internet, bisa menikmati demokrasi dengan leluasa.
Tak salah salah jika media sosial, sebagai salah satu produk dari
internet, disebut dengan pilar ke-5 demokrasi, selain eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan pers. Peran media sosial dalam membangun demokratisasi memang
sangat strategis. Media sosial masuk ke relung terdalam tatanan sosial, sebuah
ruang dimana negara yang otoriter tak bisa lagi menghegemoni warganya. Mereka
bebas mengekspresikan aspirasi politiknya.
Indikator demokrasi di era digital sudah mulai terasa sampai ke
Indonesia. Peran media sosial dalam kancah politik semakin kinclong. Seluruh
produk teknologi digital, mulai dari media sosial hingga website, mulai
dimanfaatkan sebagai media kampanye. Penggalangan dukungan tak lagi bersifat
manual, tapi digital. Pada Pemilu 2014 yang lalu, peran teknologi digital
semakin menguat. Tentu, pada Pemilu 2019 nanti, kekuatan perannya akan semakin
dominan. Pelaku politik (politisi, parpol, calon senator, dan kepala daerah)
yang tidak mempersiapkan diri dengan maksimal, akan terjebak dalam
konservatisme politik.
Efeknya, ditinggalkan oleh para pemilih pemula dan muda yang sudah
menggunakan teknologi digital dalam menentukan pilihan politiknya. Karena
“third age of political communication” (Era Ketiga Komunikasi Politik)
sebagaimana yang ditulis Blumler dan Kavanagh (1999) telah datang. Pelaku
politik tak dapat berkilah menghindarinya. Siapa tak siap, dia tereleminir dari
kancah demokrasi era digital.
Sebagai salah satu elemen penting dalam demokrasi di Indonesia,
Golkar terus mempersiapkan diri untuk menghadapi era baru ini. Berbagai elemen
politik di internal Golkar terus mengakrabkan diri dengan instrumen politik
baru ini. Golkar memiliki modal berharga yang kompatibel dengan era digital
ini, karena:
Pertama, budaya politik di Golkar sangat dinamis. Partai Golkar
sangat akrab dengan dinamika politik yang terjadi di internalnya. Kritisisme
politik adalah “makanan keseharian” di Partai Golkar. Budaya ini adalah benih
demokrasi yang kompatibel dengan spirit demokrasi di era digital. Salah satu
ciri teknologi digital adalah sifatnya yang interaktif. Di era teknologi
komunikasi konvensional, warga negara tidak dapat turut aktif dalam kancah
politik. Karena teknologi yang tersedia bersifat satu arah. Teknologi digital
menyediakan perangkat dua arah. Dengan menggunakan teknologi digital, warga
negara bisa dengan leluasa aktif dalam politik. Melalui media sosial misalnya,
seorang warga negara dapat mengkritik presiden atau ketua partai pilihannya.
Mereka bisa juga melancarkan protes atas sebuah kebijakan.
Jadi, demokrasi di era digital ini membuka seluas-luasnya dinamika
politik antara warga-dengan-negara. Antara keduanya bisa terjalin komunikasi,
relasi dan interaksi langsung, tanpa ada sekat apapun. Sifat dinamis dari
demokrasi era digital ini kompatibel dengan budaya politik Partai Golkar yang
juga akrab dengan dinamisitas politik.
Komentar
Posting Komentar