Fayakhun Andriadi: Medeka Itu Mandiri Bagian I



Dalam sebuah tulisan, FayakhunAndriadi Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta mengatakan bahwa merdeka berarti mandiri. Tak ada kemerdekaan tanpa kemandirian. Ketidakmandirian berarti ketergantungan, sama artinya dengan terjajah. Mandiri berarti bergantung pada diri sendiri, bukan pada sesuatu di luar diri sendiri. Kitalah yang menentukan segala hal terkait dengan diri kita. Begitu juga kemerdekaan. Makna kemerdekaan adalahlepas dari segala ikatan yang membatasi ruang gerak kebebasan kita. Keterbatasan itu artinya ketergantungan,ketidakmandirian.
Secara formil, kata FayakhunAndriadi, Indonesia dinyatakan sebagai bangsa dan negara yang merdeka sejak 17 Agustus 1945. Tapi negeri ini baru dapat dikategorikan merdeka secara esensial, jika sudah mencapai tahap kemandirian sebagai sebuah negara-bangsa. Apakah negara kita sudah merdeka dalam pengertian yang esensial ini? Tolak ukurnya adalah kemandirian Indonesia. Jika kita sudah mandiri, bisa dipastikan sudah merdeka. Tanpa kemandirian, apalah artinya kemerdekaan kita.
Fayakhun Andriadi mengatakan bahwa kemandirian jangan dipahami dalam paradigma yang sempit yaitu kesendirian (keterisolasian). Independensi (kemerdekaan atau kemandirian) bukan berarti ketidakbutuhan sebuah negara pada negara lain, melainkan ketidakbergantungan pada negara lain. Dalam kancah global seperti saat ini, mustahil sebuah negara bisa berdiri sendiri tanpa keterhubungan (relasi) dengan negara lain. Interdependensi adalah kunci jawaban masa depan.
Kemandirian adalah satu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi pelbagai masalah demi mencapai satu tujuan, tanpa menutup diri terhadap pelbagai kemungkinan kerjasama yang saling menguntungkan. Karena itu, sangat tidak tepat jika kemandirian bangsa dipahami sebagai hidup sendiri. Tidak membangun koneksi dengan negara lain.
Kemandirian adalah kemampuan untuk memberdayakan potensi yang dimiliki untuk menjadi negara yang kompetitif di kancah global. Interkoneksi tetap dijalin, tapi tidak dalam konteks bergantung pada negara lain. Networking tetap dirajut, tapi bukan dalam posisi menggantungkan nasib pada negara lain. Semua bentuk kerjasama dijalin secara setara, saling menguntungkan, dan adil. Inilah makna kemandirian dalam tata dunia di masa depan.

Kemandirian Multidimensi
Fayakhun Andriadi menjelaskan, kemandirian Indonesia bisa ditinjau dari berbagai dimensi: politik, ekonomi, sosial-budaya, sains-teknologi, pertahanan-keamanan. Mandiri secara politik berarti tidak berada di bawah hegemoni atau dominasi politik negara lain. Kita bebas menentukan peta jalan (road map) politiknya secara bebas, sesuai dengan visi kebangsaan dan misi kenegaraan kita, tidak didikte oleh kepentingan politik negara lain.
Kemandirian politik Indonesia memiliki beberapa aspek: hubungan bilateral, regional, dan internasional. Mandiri secara politik mencakup ketiganya secara integral. Indonesia bebas menentukan mitra bilateral politik. Bebas berkiprah di ranah regional tanpa terikat pada beban politik tertentu. Dan bebas menentukan arah kebijakan politik internasional sesuai blueprint kenegaraan-kebangsaan kita: bebas-aktif. Bebas dari blok politik, tapi aktif menyemai perdamaian.
Kemandirian Indonesia secara ekonomi juga sama esensinya: tidak tergantung secara ekonomi pada negara lain. Secara teoritik, kemandirian ekonomi diartikan sebagai bangsa yang memiliki ketahanan ekonomi terhadap berbagai macam krisis dan tidak bergantung pada negara lain.
Kemandirian ekonomi kita akan mendorong kemandirian mental bangsa dan negara kita. Sebuah negara yang terdikte secara ekonomi, aspek politik dan sosial-budayanya kemungkinan besar juga akan terdikte. Karena itu, paket ekonomi sering dijadikan instrumen untuk melakukan intervensi politik terhadap sebuah negara. Ketika secara ekonomi Indonesia tergantung pada negara lain, sulit bagi untuk menghindar dari pengaruh (dikte) politik negara tersebut. Dijajah secara ekonomi berarti dijajah pula secara politik dan mental.  
Kemandirian ekonomi Indonesia meliputi banyak aspek: pangan, energi, keuangan, infrastruktur,  industri, dan lainnya. Mandiri secara ekonomi berarti ketidaktergantungan Indonesia pada negara lain dalam urusan pemenuhan pangan. Kita negara agraris. Seharusnya, potensi ini bisa turut memperkuat daya tawar ekonomi-politik kita di level bilateral, regional, dan global.
Di masa depan, pangan adalah super power. Krisis pangan menghantui masa depan beberapa negara kawasan. Idealnya: Indonesia menjadi salah satu negara dengan ketahanan pangan terkuat. Ketahanan pangan, secara otomatis akan membuat kita menjadi negara dengan ketahanan ekonomi-politik yang terkuat juga.
Sampai saat ini, ketahanan pangan belum terwujud. Malah sebaliknya: Indonesia tidak berdaulat secara pangan. Masih tergantung pada negara lain. Ibarat tikus mati dilumbung padi. Impor menguasai seluruh aspek pangan kita: beras, gula, bawang, cabai, garam, daging, dan lainnya. Hampir tak ada item pangan kita yang bebas impor. Salah satu contoh yang menggelikan, tempe tahu dikenal sebagai makanan asli Indonesia, tapi bahan baku tempe-tahu, yaitu kedelai, sampai sekarang sebagian besar masih diimpor. Indonesia dikenal sebagai pengimpor kedelai terbesar di dunia. Sungguh ironis.
Dimensi lain dari kemandirian ekonomi kita yang sangat penting adalah energi. Kekayaan energi kita melimpah tak terkira: minyak bumi, gas, emas, batu bara, nikel. Sumber daya alam ini, jika optimal pemanfaatan, pengelolaan dan pengolahannya, dapat menjadi instrumen vital kemandirian ekonomi kita.
Indonesia seharusnya bisa memaksimalkan potensi energi yang dimiliki. Tidak hanya yang tak terbarukan, tapi juga energi terbarukan dan alternatif, seperti gas dan nuklir. Dulu Indonesia menjadi negara OPEC (negara pengekspor minyak). Tapi sekarang Indonesia menjadi  negara importir minyak.
Kemandirian energi bisa tidak hanya bisa menjadi kunci kemandirian ekonomi, tapi juga kemandirian politik. Karena sekali lagi, di masa depan, dunia dihadapkan pada krisis energi. Negara yang berdaulat secara energi akan berdaulat secara politik. Sebaliknya: negara yang pasokan energinya tergantung pada kuota negara lain, otomatis akan dependen juga secara politik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fayakhun : Rendahnya Kualitas Guru

Fayakhun Andriadi Komentari Impor Alutsista

Faktor Pemicu Partisipasi Politik (bagian 2) Oleh: Fayakhun Andriadi